BUNTUT SINGKONG BERBUAH UMRAH
Cerita ini dikutip dari buku an Introduction to The Miracle of Giving Karya Ust. Yusuf Mansur, Semoga menjadi amal jariah buat Ustadz keluarga dan kerabatnya amin……..Cerita ini mengasah kita untuk tidak memilih-milih dalam member infak, sedekah dan jangan lupa kewajiban zakatnya.Temukan Miracle of Giving!!!
BUNTUT SINGKONG BERBUAH UMRAH (Bagian Pertama)Buku : an Introduction to The Miracle of GivingOleh Ust. Yusuf Mansur“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarah-pun niscaya Dia akan melihat balasanya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarah-pun, niscaya Dia akan melihat balasanya pula. (QS:Az-Zalzalah :7-8)• Tahun 1980Kejadaian ini berawal di tahun 1980. Seorang tukang gorengan berdagang. Ada kejadian aneh. Ketika ashar, ada anak kecil yang menghampiri dia punya gerobag, dan langsung aja dia berdiri disisi kanan gerobag tersebut. Anak kecil ini tidak berbuat apa-apa, kecuali dia mengangkat kaki kirinya, berdiri setengah kaki, dan menggigit telunjuk kanannya. Mata anak ini menatap lekat kepada gerobag bapak itu.Melihat ini anak, ibarat melihat dia yang kepengen beli tapi tidak punya uang, tapi untuk meminta Si tukang singkong melihat. Tapi dia pun tidak bereaksi. Tidak berkata sepatahpun apalagi memberi.Kejadian ini berulang di keesokan harinya. Lagi-lagi dengan gaya yang sama. Kaki kiri diangkat, berdiri setengah kaki, dan telunjuk kanan digigit pelan. Si tukang singkong pun sama tidak bereaksi.Hari berikutnya, hari ketiga masih sama.Baru kemudian di hari ke empat, ada perubahan. Tukang singkong Allah kasih rasa. “Kayaknya nanti tuh anak bakal datang lagi dah”, begitu pikirnya . Maka dia menyiapkan buntut singkong. Buntut singkong ini yang biasanya dibuang, digoreng.Enggak lama, itu anak datang lagi. Kali ini, “perjuangan” anak tersebut tidak sia-sia, berbuah buntut singkong.“Ssssttt… sini kamu. Saya kasih nih” si tukang singkong memanggil anak itu sambil member buntut singkong yang sudah digoreng.Betapa senangnya anak tersebut. Dia terima singkong tersebut dengan senyum lebar-lebarnya. Matanya berbinar, dan kemudian lari dengan senangnya.Tukang singkong geleng-geleng kepala. Dia enggak nyangka itu anak demikian senangnya, padahal dia hanya diberi sebuntut singkong saja, tidak lebih.Peristiwa kemudian berulang lagi hingga tiga hari berikutnya, alias sebanyak 4 hari si tukang singkong member buntut singkong sama anak tersebut.Setelah itu, si tukang singkong tidak melihat anak itu lagi untuk waktu yang sangat lama.• Tahun 2004Di tahun 2004, atau 24 tahun setelahnya, cerita ini kembali tersambung. Tidak disangka dan tidak diduga.Kira-kira ashar, ada anak muda umur 30-an mendatangi gerobag si bapak tukang singkong.“Oh… rupanya si bapak masih jadi tukang singkong, gerobagnya pun sama”.“Pak ada buntut singkong?” Tanya itu anak muda.Si tukang singkong bengong. Dia tidak siap dengan pertanyaan itu.“Enggak ada.”“Gorngin dah pak!”“Kenapa sih nyari yang enggak ada?Nyari buntut singkong lagi. Kan buntut singkong mah enggak enak….pait….”Si anak muda hanya tersenyum mendengar ucapan si tukang singkong.“Makanya saya buang…saya enggak jual. Cari yang laen aja ya, ada ubi goreng, pisang goreng, bala-bala goring………..”Anak muda itu tetep menggelengkan kepala.“Enggak……..saya cuma kepengen buntut singkong aja pak………….”Setelah ditunggu reaksi si tukang singkong yang seperti tidak mengenali wajah anak muda itu, ia bertanya, “Pak, Bapak tidak kenal sama saya?”Lama si tukang singkong memandangi anak muda yang ada di depan wajahnya. Berusaha mengenali. “Iya …..kayak kenal…..tapi siapa ya?”“Nyerah dah”Anak muda itu tersenyum…..”Sebentar ya Pak, saya akan peragakan satu hal, Insya Allah Pasti kenal deh sama saya.”Anak muda itu bergeser ke kanan gerobag. Dia memlakukan apa yang 24 tahun lalu dia lakukan untuk menarik perhatian si tukang singkong, dia angkat kaki kiri berdiri setengah kaki dan menggigit telunjuk kanannya. Lalu dia ngomong dalam posisi seperti itu, “Gimana pak udah kenal belum?”Wah terang aja si tukang singkong sekarang mengenali dia. “Subhanallah…rupanya situ anak kecil yang dulu saya kasih buntut singkong?!”“Iya pak…….saya anak kecil yang dulu datang ke bapak”“Maaf ya… saya dulu hanya ngasih buntut singkong”“Oh enggak pak…..enggak. Bapak dulu ngasih kebahagiaan kok buat saya………..”Bingung si tukang singkong. Kok bisa? Sekedar buntut singkong bikin dia bahagia?“Pak, dulu saya datang ke gerobag Bapak, itu baru beberapa hari saya punya ayah meninggal dunia. Sehingga barangkali perhatian semuanya tertuju sama urusan ayah saya, pada lupa sama saya. Dan beberapa kawan saya tidak menemani saya main hanya gara-gara saya tidak punya uang jajan. Itulah, saya datangi beberapa warung, Alhamdulillah pak, saya di usir”Anak muda itu terus bercerita, bahwa dia mendatangi terus warung-warung sekitar hingga sampai ke gerobag singkong si bapak.“Tapi yang aneh. Saya tidak diusir, tapi tidak diberikan apa-apa, bahkan ditegor aja tidak. Saya pantang menyerah….iya kan? Saya datang terus, hingga kemudian Alhamdulillah akhirnya Bapak member sesuatu juga ke saya.”Tukang singkong itu tersenyum malu. Iya malu. Cuma ngasih buntut singkong.“Cuma memang kelewatan ya Pak, udah 3 hari nungguin, dapatnya hanya buntut singkong…….” Anak muda itu tertawa kecil, bercanda.“Iya………maaf ya……..”“Eh, engga Pak…….Engga! Saya bercanda kok. Saya malah berterima kasih sekali dengan buntut singkong pemerian bapak……..”Anak muda itu bercerita, bahwa buntut singkong itu ‘kan yang lancip dibawah. Maka ketika diberi itu buntut singkong, dengan tangan kecilnya, ia balik posisinya. Si bapak member buntut singkong dengan posisi buntut dibawah, tapi ia ubah. Buntutnya ia bikin diatas. Lalu dengan tangan kananya dan kirinya, ditutupi, seakan-akan ia punya jajan satu singkong utuh. Dia lalu lari gembira, karana mau menunjukan segera ke kawan-kawanya bahwa dia punya jajan. Ini demi dia ditemani kembali sama kawan-kawanya.“Jadi begitu Pak ceritanya….”Kemudian anak muda itu kembali melanjutkan, bahwa di hari selanjutnya, dia tidak datang lagi. Sebab ibunya ini pindah. Semula ia tidak mau. Ia takut jika di tempat baru tidak ada tukang singkong yang biasa ngasih buntut singkong lagi buatnya, dan karenanya kawan-kawannya tidak mau menemani lagi.Sejurus kemudian, gantian si anak muda ini berlinang air matanya. “Pak, saya ingin berterima kasih ke Bapak. Saya mau membayar buntut singkong yang Bapak kasihkan ke saya. Pak, bulan depan saya mau berangkat umrah. Insya Allah saya akan berangkatkan Bapak umrah.”“Umrah?”“Iya Pak….Umrah.”Ya….Allah si tukang singkong seperti tidak percaya mendengar ini semua. Bagaimana mungkin ada anak muda yang ia tidak kenal , lalu bicara tentang hadiah umrah? Apalagi katanya ini sebagai bayaran 4 buntut singkong yang ia sendiri sudah lupakan kejadianya?Allah Maha Besar. Mau tidak percaya, ini sudah di depan mata. Ia hanya mengucap Allahu Akbar, Subhanallah, WalhamdulillahApa yang bisa dipetik dari hikmah diatas?Luar bisa, jangan pernah ragu untuk sadaqah, infak dan zakat…….!
Cerita ini dikutip dari buku an Introduction to The Miracle of Giving Karya Ust. Yusuf Mansur, Semoga menjadi amal jariah buat Ustadz keluarga dan kerabatnya amin……..Cerita ini mengasah kita untuk tidak memilih-milih dalam member infak, sedekah dan jangan lupa kewajiban zakatnya.Temukan Miracle of Giving!!!
BUNTUT SINGKONG BERBUAH UMRAH (Bagian Pertama)Buku : an Introduction to The Miracle of GivingOleh Ust. Yusuf Mansur“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarah-pun niscaya Dia akan melihat balasanya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarah-pun, niscaya Dia akan melihat balasanya pula. (QS:Az-Zalzalah :7-8)• Tahun 1980Kejadaian ini berawal di tahun 1980. Seorang tukang gorengan berdagang. Ada kejadian aneh. Ketika ashar, ada anak kecil yang menghampiri dia punya gerobag, dan langsung aja dia berdiri disisi kanan gerobag tersebut. Anak kecil ini tidak berbuat apa-apa, kecuali dia mengangkat kaki kirinya, berdiri setengah kaki, dan menggigit telunjuk kanannya. Mata anak ini menatap lekat kepada gerobag bapak itu.Melihat ini anak, ibarat melihat dia yang kepengen beli tapi tidak punya uang, tapi untuk meminta Si tukang singkong melihat. Tapi dia pun tidak bereaksi. Tidak berkata sepatahpun apalagi memberi.Kejadian ini berulang di keesokan harinya. Lagi-lagi dengan gaya yang sama. Kaki kiri diangkat, berdiri setengah kaki, dan telunjuk kanan digigit pelan. Si tukang singkong pun sama tidak bereaksi.Hari berikutnya, hari ketiga masih sama.Baru kemudian di hari ke empat, ada perubahan. Tukang singkong Allah kasih rasa. “Kayaknya nanti tuh anak bakal datang lagi dah”, begitu pikirnya . Maka dia menyiapkan buntut singkong. Buntut singkong ini yang biasanya dibuang, digoreng.Enggak lama, itu anak datang lagi. Kali ini, “perjuangan” anak tersebut tidak sia-sia, berbuah buntut singkong.“Ssssttt… sini kamu. Saya kasih nih” si tukang singkong memanggil anak itu sambil member buntut singkong yang sudah digoreng.Betapa senangnya anak tersebut. Dia terima singkong tersebut dengan senyum lebar-lebarnya. Matanya berbinar, dan kemudian lari dengan senangnya.Tukang singkong geleng-geleng kepala. Dia enggak nyangka itu anak demikian senangnya, padahal dia hanya diberi sebuntut singkong saja, tidak lebih.Peristiwa kemudian berulang lagi hingga tiga hari berikutnya, alias sebanyak 4 hari si tukang singkong member buntut singkong sama anak tersebut.Setelah itu, si tukang singkong tidak melihat anak itu lagi untuk waktu yang sangat lama.• Tahun 2004Di tahun 2004, atau 24 tahun setelahnya, cerita ini kembali tersambung. Tidak disangka dan tidak diduga.Kira-kira ashar, ada anak muda umur 30-an mendatangi gerobag si bapak tukang singkong.“Oh… rupanya si bapak masih jadi tukang singkong, gerobagnya pun sama”.“Pak ada buntut singkong?” Tanya itu anak muda.Si tukang singkong bengong. Dia tidak siap dengan pertanyaan itu.“Enggak ada.”“Gorngin dah pak!”“Kenapa sih nyari yang enggak ada?Nyari buntut singkong lagi. Kan buntut singkong mah enggak enak….pait….”Si anak muda hanya tersenyum mendengar ucapan si tukang singkong.“Makanya saya buang…saya enggak jual. Cari yang laen aja ya, ada ubi goreng, pisang goreng, bala-bala goring………..”Anak muda itu tetep menggelengkan kepala.“Enggak……..saya cuma kepengen buntut singkong aja pak………….”Setelah ditunggu reaksi si tukang singkong yang seperti tidak mengenali wajah anak muda itu, ia bertanya, “Pak, Bapak tidak kenal sama saya?”Lama si tukang singkong memandangi anak muda yang ada di depan wajahnya. Berusaha mengenali. “Iya …..kayak kenal…..tapi siapa ya?”“Nyerah dah”Anak muda itu tersenyum…..”Sebentar ya Pak, saya akan peragakan satu hal, Insya Allah Pasti kenal deh sama saya.”Anak muda itu bergeser ke kanan gerobag. Dia memlakukan apa yang 24 tahun lalu dia lakukan untuk menarik perhatian si tukang singkong, dia angkat kaki kiri berdiri setengah kaki dan menggigit telunjuk kanannya. Lalu dia ngomong dalam posisi seperti itu, “Gimana pak udah kenal belum?”Wah terang aja si tukang singkong sekarang mengenali dia. “Subhanallah…rupanya situ anak kecil yang dulu saya kasih buntut singkong?!”“Iya pak…….saya anak kecil yang dulu datang ke bapak”“Maaf ya… saya dulu hanya ngasih buntut singkong”“Oh enggak pak…..enggak. Bapak dulu ngasih kebahagiaan kok buat saya………..”Bingung si tukang singkong. Kok bisa? Sekedar buntut singkong bikin dia bahagia?“Pak, dulu saya datang ke gerobag Bapak, itu baru beberapa hari saya punya ayah meninggal dunia. Sehingga barangkali perhatian semuanya tertuju sama urusan ayah saya, pada lupa sama saya. Dan beberapa kawan saya tidak menemani saya main hanya gara-gara saya tidak punya uang jajan. Itulah, saya datangi beberapa warung, Alhamdulillah pak, saya di usir”Anak muda itu terus bercerita, bahwa dia mendatangi terus warung-warung sekitar hingga sampai ke gerobag singkong si bapak.“Tapi yang aneh. Saya tidak diusir, tapi tidak diberikan apa-apa, bahkan ditegor aja tidak. Saya pantang menyerah….iya kan? Saya datang terus, hingga kemudian Alhamdulillah akhirnya Bapak member sesuatu juga ke saya.”Tukang singkong itu tersenyum malu. Iya malu. Cuma ngasih buntut singkong.“Cuma memang kelewatan ya Pak, udah 3 hari nungguin, dapatnya hanya buntut singkong…….” Anak muda itu tertawa kecil, bercanda.“Iya………maaf ya……..”“Eh, engga Pak…….Engga! Saya bercanda kok. Saya malah berterima kasih sekali dengan buntut singkong pemerian bapak……..”Anak muda itu bercerita, bahwa buntut singkong itu ‘kan yang lancip dibawah. Maka ketika diberi itu buntut singkong, dengan tangan kecilnya, ia balik posisinya. Si bapak member buntut singkong dengan posisi buntut dibawah, tapi ia ubah. Buntutnya ia bikin diatas. Lalu dengan tangan kananya dan kirinya, ditutupi, seakan-akan ia punya jajan satu singkong utuh. Dia lalu lari gembira, karana mau menunjukan segera ke kawan-kawanya bahwa dia punya jajan. Ini demi dia ditemani kembali sama kawan-kawanya.“Jadi begitu Pak ceritanya….”Kemudian anak muda itu kembali melanjutkan, bahwa di hari selanjutnya, dia tidak datang lagi. Sebab ibunya ini pindah. Semula ia tidak mau. Ia takut jika di tempat baru tidak ada tukang singkong yang biasa ngasih buntut singkong lagi buatnya, dan karenanya kawan-kawannya tidak mau menemani lagi.Sejurus kemudian, gantian si anak muda ini berlinang air matanya. “Pak, saya ingin berterima kasih ke Bapak. Saya mau membayar buntut singkong yang Bapak kasihkan ke saya. Pak, bulan depan saya mau berangkat umrah. Insya Allah saya akan berangkatkan Bapak umrah.”“Umrah?”“Iya Pak….Umrah.”Ya….Allah si tukang singkong seperti tidak percaya mendengar ini semua. Bagaimana mungkin ada anak muda yang ia tidak kenal , lalu bicara tentang hadiah umrah? Apalagi katanya ini sebagai bayaran 4 buntut singkong yang ia sendiri sudah lupakan kejadianya?Allah Maha Besar. Mau tidak percaya, ini sudah di depan mata. Ia hanya mengucap Allahu Akbar, Subhanallah, WalhamdulillahApa yang bisa dipetik dari hikmah diatas?Luar bisa, jangan pernah ragu untuk sadaqah, infak dan zakat…….!
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !